Aspek Hukum Dalam
Ekonomi Yang Membahas Tentang
Pengertian,tujuan,kaidah,kodifikasi,subjek,objek,Hak,Sistematika,Sejarah,Dasar,Azas,Perjanjian,Perikatan,dan
Hubungan Hukum
Kesinambungan Antara Hukum Dengan Berjalannya Perekonomian
Pertemuan 1
NAMA :
Dino Hernanda
NPM : 21217766
KELAS :
2EB17
HUKUM EKONOMI
1. Pengertian Hukum
hukum
adalah sebuah peraturan yang berupa norma untuk mengatur tingkah laku
masyarakat disebuah Negara untuk menjaga ketertiban, kesejahteraan dan keadilan
dan memberikan sangsi atau hukuman kepada yang melanggarnya.
2. Tujuan Hukum dan Sumber Hukum
Hukum
itu bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakatdan hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan,
yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu.
sumber
hukum ialah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai
kekuatan yang bersifat memaksa yakni aturan-aturan yang apabila dilanggar
menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata.
Hukum ditinjau dari segi material dan formal
Sumber-sumber hukum material
Dalam sumber hukum material dapat ditinjau
lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah sosiolagi,
filsafat, dsb
Contoh :
1. Seorang ahli ekonomi mengatakan, bahwa
kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya
hukum.
2. Seorang ahli kemasyarakatan (sosiolog)
akan mengatakan bahwa yang menjadi sumber hukum ialah peristiwa-peristiwa yang
terjadi dalam masyarakat.
Sumber hukum formal
1. Undang – Undang (Statute)
Ialah
suatu peraturan Negara yang mempunyai kekuasaan hukum yang mengikat diadakan
dan dipelihara oleh penguasa Negara.
2. Kebiasaan (Costum)
Ialah
suatu perbuatan manusia uang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal sama .
Apabila suatu kebiasaan tersebut diterima oleh masyarakat, dan kebiasaan itu
selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang
berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum,
maka dengan demikian timbul suatu kebiasaan hukum, yang oleh pergaulan hidup
dipandang sebagai hukum.
3. Keputusan Hakim (Jurisprudentie)
Dari
ketentuan pasal 22 A.B. ini jelaslah, bahwa seorang hakim mempunyai hak untuk
membuat peraturan sendiri untuk menyelesaikan suatu perkara. Dengan demikian,
apabila Undang – undang ataupun kebiasaan tidak member peraturan yang dapat
dipakainya untuk menyelesaikan perkara itu, maka hakim haruslah membuat
peraturan sendiri.
3. Kodifikasi hukum
Adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu
dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.
Ditinjau dari segi bentuknya, hukum dapat
dibedakan atas :
Hukum Tertulis (statute law, written law),
yaitu hukum yang dicantumkan berbagai macam peraturan-peraturan, dan
Hukum Tak Tertulis (unstatutery law,
unwritten law), yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi
tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan
(hukum kebiasaan).
Menurut teori ada 2 macam kodifikasi hukum,
yaitu :
Kodifikasi terbuka
Adalah kodifikasi yang membuka diri terhadap
terdapatnya tambahan-tambahan diluar induk kondifikasi.
“Hukum dibiarkan berkembang menurut kebutuhan
masyarakat dan hukum tidak lagi disebut sebagai penghambat kemajuan masyarakat
hukum disini diartikan sebagai peraturan”.
Kodifikasi tertutup
Adalah semua hal yang menyangkut
permasalahannya dimasukan ke dalam kodifikasi atau buku kumpulan peraturan.
4.Kaidah/Norma
Norma hukum adalah aturan sosial yang dibuat
oleh lembaga-lembaga tertentu, misalnya pemerintah, sehingga dengan tegas dapat
melarang serta memaksa orang untuk dapat berperilaku sesuai dengan keinginan
pembuat peraturan itu sendiri. Pelanggaran terhadap norma ini berupa sanksi
denda sampai hukuman fisik (dipenjara, hukuman mati).
5.Pengertian Ekonomi Dan Hukum Ekonomi
Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku
manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah
adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan
alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Permasalahan itu kemudian
menyebabkan timbulnya kelangkaan (Ingg: scarcity). Hukum ekonomi adalah suatu
hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan
satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
Hukum ekonomi terbagi menjadi 2, yaitu:
a.) Hukum ekonomi pembangunan, yaitu seluruh
peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan
kehidupan ekonomi (misal hukum perusahaan dan hukum penanaman modal)
b.) Hukum ekonomi sosial, yaitu seluruh
peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan
ekonomi secara adil dan merata, sesuai dengan hak asasi manusia (misal, hukum
perburuhan dan hukum perumahan).
Contoh hukum ekonomi :
Jika harga sembako atau sembilan bahan pokok
naik maka harga-harga barang lain biasanya akan ikut merambat naik.
Apabila pada suatu lokasi berdiri sebuah
pusat pertokoan hipermarket yang besar dengan harga yang sangat murah maka
dapat dipastikan peritel atau toko-toko kecil yang berada di sekitarnya akan
kehilangan omset atau mati gulung tikar.
Jika nilai kurs dollar amerika naik tajam
maka banyak perusahaan yang modalnya berasal dari pinjaman luar negeri akan
bangkrut.
Turunnya harga elpiji / lpg akan menaikkan
jumlah penjualan kompor gas baik buatan dalam negeri maupun luar negeri.
Semakin tinggi bunga bank untuk tabungan maka
jumlah uang yang beredar akan menurun dan terjadi penurunan jumlah permintaan
barang dan jasa secara umum. Demikianlah penjelasan tentang hukum ekonomi
secara keseluruhan semoga kita semua mengerti dan dapat megimplementasikan ke
dalam kehidupan nyata
2. Subyek dan Obyek hukum serta hak kebendaan yang bersifat sebagai
pelunasan hutang
Pertemuan 2
1. Subjek Hukum
Segala sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban untuk bertindak dalam
hukum.
Subjek hukum dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
1. Subjek Hukum Manusia
(orang)
Setiap orang yang mempunyai kedudukan yang
sama selaku pendukung hak dan kewajiban. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata Pasal 1330, mereka yang oleh hukum telah dinyatakan tidak cakap untuk
melakukan sendiri perbuatan hukum ialah:
- Orang yang belum dewasa.
- Orang yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele), seperti orang yang dungu, sakit ingatan, dan orang boros.
- Orang perempuan dalam pernikahan (wanita kawin)
2. Subjek Hukum Badan Usaha
Lembaga
yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu. Sebagai subjek hukum,
badan usaha mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum yaitu:
- Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya
- Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para
anggotanya.
Badan
hukum sebagai subjek hukum dapat dibedakan menjadi dua macam,
yaitu:
a. Badan hukum publik, seperti negara,
propinsi, dan kabupaten.
b. Badan hukum perdata, seperti perseroan
terbatas (PT), yayasan, dan koperasi
2.
Objek Hukum
Sesuatu
yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan
hukum, ataus sgala benda yang dapat dimiliki oleh subjek hukum.
Jenis
objek hukum berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat
dibagi menjadi 2, yakni :
a. Benda Bergerak
Adalah
suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah /
berwujud.
b. Benda Tidak Bergerak
Adalah
suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan
kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk
perusahaan, paten, dan ciptaan musik/lagu.
3. Hak
Kebendaan Yang Bersifat Sebagai Pelunasan Hutang ( Hak Jaminan )
Adalah
hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan untuk
melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan
wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian). Dengan demikian hak jaminan
tidak dapat berdiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat
tambahan (accessoir) dari perjanjian pokoknya.
Macam-macam
Pelunasan Hutang Dalam pelunasan hutang :
1. Jaminan Umum
Pelunasan
hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131KUH Perdata dan pasal1132
KUH Perdata. Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan
debitur baik yang ada maupun yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak
bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya. Sedangkan
pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi jaminan
secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya.
Syarat benda yang dapat dijadikan
jaminan :
a. Benda tersebut bersifat ekonomis
(dapat dinilai dengan uang).
b. Benda tersebut dapat dipindah
tangankan haknya kepada pihak lain.
2.
Jaminan Khusus
Pelunasan
hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi
pemegang gadai, hipotik,dll.
a. Gadai
Dalam
pasal 1150 KUH perdata disebutkan bahwa gadai adalah hak yang diperoleh
kreditur atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitur atau
orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang. Sifat-sifat Gadai yakni:
- Gadai adalah untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak
berwujud.
- Gadai bersifat accesoir
b. Hipotik
Hipotik
berdasarkan pasal 1162 KUH perdata adalah suatu hak kebendaan atas benda
tidak bergerak untuk mengambil
pengantian dari padanya bagi pelunasan suatu perhutangan(verbintenis).
Sifat-sifat hipotik yakni:
- Bersifat accesoir
- Mempunyai sifat zaaksgevolg (droit desuite), yaitu hak hipotik senantiasa mengikuti bendanya dalam tagihan tangan siapa pun benda tersebut berada
- Lebih didahulukan pemenuhanya dari piutang yang lain (droit de preference) berdasarkan pasal 1133-1134 ayat 2 KUH perdata.
- Obyeknya benda-benda tetap.
3. Menjelaskan definisi sejarah, pengertian
dan hukum perdata yang berlaku di Indonesia serta sistematika hukum perdata
yang berlaku.
Pertemuan 3
1. Hukum Perdata Yang Berlaku Di indonesia
Menurut Subekti, “Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum
privat materiil, yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan
perseorangan”
Salah
satu bidang hukum
yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan
hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum
privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik
mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta
kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata
negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara),
kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk
atau warga
negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang,
perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan
tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Hukum
perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya
hukum perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain
adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk
Wetboek(atau dikenal dengan BW) yang berlaku di kerajaan Belanda dan
diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan asas
konkordansi.
Untuk
Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai
1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Prancis
dengan beberapa penyesuaian.
2.Sejarah Singkat Hukum Perdata yang Berlaku di Indonesia
Sejarah membuktikan bahwa Hukum Perdata yang saat ini
berlaku di Indonesia, tidak lepas dari
Sejarah Hukum Perdata Eropa.
Bermula di benua Eropa, terutama di Eropa Kontinental
berlaku Hukum Perdata Ramawi, disamping adanya Hukum tertulis dan Hukum
kebiasaan setempat. Diterimanya Hukum Perdata Romawi pada waktu itu sebagai
hukum asli dari negara-negara di Eropa, oleh karena keadaan hukum di Eropa
kacau-balau, dimana tiap-tiap daerah selain mempunyai peraturan-peraturan
sendiri, juga peraturan setiap daerah itu berbeda-beda.
Oleh karena adanya perbedaan ini jelas bahwa tidak ada
suatu kepastian hukum. Akibat ketidak puasan, sehingga orang mencari jalan
kearah adanya kepastian hukum, kesatuan hukum dan keseragaman hukum. _
Pada tahun 18o4 atas prakarsa Napoleon terhimpunlah Hukum
Perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bemama "Code Civil des
Francais" yang juga dapat disebut "Code Napoleon", karena Code
Civil des Francais ini adalah merupakan sebagian dari Code Napoleon
Sebagai petunjuk penyusunan Code Civil ini dipergunakan
karangan dari beberapa ahli hukum antara lain Dumoulin, Domat dan Pothies,
disamping itu juga dipergunakan Hukum Bumi Putra Lama, Hukum Jemonia dan Hukum
Cononiek.
Dan mengenai peraturan - peraturan hukum yang belum ada
di Jaman Romawi antara lain masalah wessel, assuransi, badan-badan hukum.
Akhimya pada jaman Aufklarung (Jaman baru sekitar abad pertengahan) akhirnya
dimuat pada kitab Undang—Undang tersendiri dengan nama "Code de
Commerce".
Sejalan dengan adanya penjajahan oleh bangsa Belanda
(18o9-181 1), maka Raja Lodewijk Napoleon Menetapkan : "Wetboek Napoleon
Ingerighr Voor het Koninkrijk Holland" yang isinya mirip dengan "Code
Civil des Francais atau Code Napoleon" untuk dljadikan sumber Hukum
Perdata di Belanda (Nederland).
Setelah berakhimya penjajahan dan dinyatakan Nederland
disatukan dengan Prancis pada tahun 1811, Code Civil des Francais atau Code
Napoleon ini tetap berlaku di Belanda (Nederland).
Oleh Karena perkembangan jaman, dan setelah beberapa
tahun kemerdekaan Belanda (Nederland) dari Perancis ini, bangsa Belanda mulai
memikirkan dan mengadakan kodifikasi dari Hukum Perdatanya. Dan tepatnya 5 Juli
1830 kodefikasi ini selesai dengan terbentuknya BW (Burgerlijk Wetboek) dan WVK
(Wetboek van koophandle) ini adalah produk Nasional- Nederland namun isi dan
bentuknya sebagian besar sama dengan Code Civil des Francais dan Code de
Commerce.
Dan pada tahun 1948, kedua Undang-Undang produk
Nasional-Nederland ini diberlakukan di Indonesia berdasarkan azas koncordantie
(azas Politik Hukum).
Sampai sekarang kita kenal dengan nama KUH Sipil (KUHP)
untuk BW (Burgerlijk Wetboek). Sedangkan KUH Dagang untuk WVK (Wetboek van
koophandle).
3. Pengertian dan Keadaan Hukum Perdata di Indonesia
Yang dimaksud dengan Hukum Perdata ialah hukum yang
mengatur hubungan antara perorangan di dalam masyarakat.
Perkataan Hukum Perdata dalam arti yang luas meliputi
semua Hukum Privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari Hukum
Pidana
Untuk Hukum Privat materiil ini ada juga yang menggunakan
dengan perkataan Hukum Sipil, tapi oleh karena perkataan sipil juga digunakan
sebagai lawan dari militer maka yang lebih umum digunakan nama Hukum Perdata
saja, untuk segenap peraturan Hukum Privat materiil (Hukum Perdata Materiil).
Dan pengertian dan Hukum Privat (Hukum Perdata Materiil)
ialah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar
perseorangan di dalam masyarakat dan kepentingan dari masing-masing orang yang
bersangkutan. Dalam arti bahwa di dalamnya terkandung hak dan kewajiban
seseorang dengan sesuatu pihak secara timbal balik dalam hubungannya terhadap
orang lain di dalam suatu masyarakat tertentu.
Disamping Hukum Privat Materiil, juga dikenal Hukum
Perdata Formil yang lebih dikenal sekarang yaitu dengan HAP (Hukum Acara
Perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan
yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan
perdata.
Di dalam pengertian sempit kadang-kadang Hukumi Perdata
ini digunakan sebagai lawan Hukum Dagang.
Keadaan Hukum Perdata Dewasa ini di Indonesia
Mengenai keadaan Hukum Perdata dewasa ini di Indonesia
dapat kita katakan masih beisifat majemuk yaitu masih beraneka warna Penyebab
dari keaneka ragaman ini ada 2 faktor yaitu :
1. Faktor Ethnis disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat
bangsa Indonesia, karena negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku
bangsa.
2. Faktor Hostia Yuridis yang dapat kita lihat, yang pada
pasal 163.I.S. yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga Golongan, yaitu :
a. Golongan Eropa dan yang dipersamakan.
b. Golongan Bumi Putera (pribumi /bangsa Indonesia asli)
dan yang dipersamakan
c. Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab).
Dan pasal 131 .I.S. yaitu mengatur hukum—hukurn yang
diberlakukan bagi masing- masing golongan yang tersebut dalam pasal 163 I.S. di
atas.
Adapun hukum yang diberlakukan bagi masing-masing
golongan yaitu :
a. Bagi golongan Eropa dan yang dipersamakan
berlaku'Hukum Perdata dan Hukum Dagang
Barat yang diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di negeri Belanda
berdasarkan azas konkondansi.
b. Bagi golongan Bumi Putera (Indonesia Asli) dan yang
dipersamakan berlaku Hukum Adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu kala
berlaku di kalangan rakyat, dimana sebagian besar dari Hukum Adat tersebut
belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
c. _ Bagi golongan timur asing (bangsa Cina, India, Arab)
berlaku hukum masing-masing, dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan
Timur Asing (Cina,India, Arab) diperbolehkan untuk menundukkan diri kepada
Hukum Eropa Barat baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan
hukum tertentu saja.
— Maksudnya untuk segala golongan warga negara berlainan
sama dengan yang lain. Dapat kita Iihat :
a. Untuk Golongan Bangsa Indonesia Asli
Berlaku Hukum Adat yaitu hukum yang sejak dahulu kala
berlaku di kalangan rakyat, hukum yang sebagian besar masih belum tertulis,
tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat mengenai segala hal di dalam
kehidupan kita dalam masyarakat.
b. Untuk golongan warga negara bukan asli yang berasal
dari Tionghoa dan Eropa
Berlaku kitab KUHP(Burgerlijk Wetboek) dan KUHD (Wetboek Van
Koophandel), dengan suatu pengertian bahwa bagi golongan Tionghoa ada suatu
penyimpangan, yaitu pada bagian 2 dan 3 dari TITEL IV dari buku I tentang :
— Upacara yang mendahului pernikahan dan mengenai
penahanan pemikahan Hal ini tidak berlaku bagi golongan Tionghoa. Karena pada
mereka diberlakukan khusus yaitu Burgerlijke Stand, dan peraturan mengenai
pengangkatan anak (adopsi).
Selanjutnya untuk golongan warga negara bukan asli yang
bukan berasal dari.
4. Sistematika Hukum Perdata
Sistematika Hukum Perdata kita (BW) ada dua pendapat.
Pendapat yang penama yaitu, dari pemberlaku Undang-Undang berisi:
Buku I : Berisi mengenai orang. Di dalamnya diatur hukum
tentang diri seseorang dan hukum kekeluargaan.
Buku II : Berisi tentang hal benda. Dan di dalanmya
diatur hukum kebendaan dan hukum waris.
Buku III : Berisi tentang hal perikatan. Di dalamnya
diatur hak-hak dan kewajiban timbal balik antara orang-orang atau pihak-pihak
tertentu.
Buku IV : Berisi tentang pembuktian dan daluarsa. Di
dalamnya diatur tentang alat-alat pembuktian dan akibat-akibat hukum yang
timbul dari adanya daluwarsa itu.
Pendapat yang kedua menurut ilmu Hukum / Doktrin dibagi
dalam 4 bagian yaitu :
I. Hukum tentang diri seseorang (pribadi).
Mengatur tentang manusia sebagai subyek dalam hukum,
mengatur tentang perihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk
bertindak sendiri melaksanakan hak-hak itu dan selanjutnya tentang hal-hal yang
mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.
II. Hukum Kekeluargaan
Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari
hubungan kekeluargaan yaitu :
— Perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum
kekayaan antara suami dengan istri, hubungan antara orang tua dan anak,
perwalian dan curatele.
III. Hukum Kekayaan
Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang dapat
dinilai dengan uang.
Jika kita mengatakan tentang kekayaan seseorang maka yang
dimaksudkan ialah jumlah dan segala hak dari kewajiban orang itu dinilaikan
dengan uang.
Hak-hak kekayaan terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku
terhadap tiap-tiap orang, oleh karenanya dinamakan Hak Mutlak dan hak yang
hanya berlaku terhadap seseorang atau pihak tertentu saja dan karenanya
dinamakan hak perseorangan.
Hak mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu benda
yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak mutlak yang tidak memberikan
kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan.
Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu
benda yang dapat terlihat.
— Hak seorang pengarang atas karangannya
— Hak seseorang atas suatu pendapat dalam lapangan Hmu
Pengetahuan atau hak pedagang untuk memakai sebuah merk, dinamakan hak mutlak
saja.
IV. Hukum Warisan
Mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia
meninggal. Disamping itu Hukum Warisan mengatur akibat-akibat dari hubungan
keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.
4. Pengertian Dasar Hukum, dan Azas-Azas Perikatan,
serta Wanprestasi dan Hapusnya Perikatan
Pertemuan 4
1. Pengertian Hukum Perikatan
Hukum
perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan
antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan
pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini
merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa
hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa
perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property),
juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum
waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi(pers onal law).
Menurut
ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian perikatan adalah suatu hubungan
dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang
satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
Beberapa sarjana juga telah memberikan pengertian
mengenai perikatan. Pitlo memberikan pengertian perikatan yaitu suatu hubungan
hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana
pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas
suatu prestasi.
Di
dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat
sesuatu. Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan
perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan
sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu
untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam
perjanjian. Contohnya; perjanjian untuk tidak mendirikan bangunan yang sangat
tinggi sehingga menutupi sinar matahari atau sebuah perjanjian agar memotong
rambut tidak sampai botak
2. Dasar Hukum
Perikatan
Sumber-sumber
hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan
sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan
undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia
dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan
hukum.
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat
tiga sumber adalah sebagai berikut:
1. Perikatan
yang timbul dari persetujuan (perjanjian)
2. Perikatan
yang timbul dari undang-undang
3. Perikatan
terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (
onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )
Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :
1. Perikatan (
Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau
karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk
berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
2. Persetujuan
( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana
satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
3.
Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena
undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat
perbuatan orang.
3. Azas-Azas
Hukum Perikatan
1. ASAS KONSENSUALISME
Asas konsnsualisme dapat disimpulkan dari Pasal 1320 ayat
1 KUHPdt.
Pasal 1320 KUHPdt : untuk sahnya suatu perjanjian
diperlukan empat sarat :
(1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
(2) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
(3) suatu hal tertentu
(4) suatu sebab yang halal.
Pengertian kesepakatan dilukiskan dengan sebagai
pernyataan kehendak bebas yang disetujui antara pihak-pihak ASAS-ASAS HUKUM
PERIKATAN
2. ASAS PACTA SUNT SERVANDA
Asas pacta sun servanda berkaitan dengan akibat suatu
perjanjian. Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt:
·
Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang….”
· Para
pihak harus menghormati perjanjian dan melaksanakannya karena perjanjian itu
merupakan kehendak bebas para pihakASAS-ASAS HUKUM PERIKATAN
3. ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK
Pasal 1338 KUHPdt : “semua perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya”
Ketentuan tersebut memberikan kebebasan parapihak untuk :
· Membuat
atau tidak membuat perjanjian;
·
Mengadakan perjanjian dengan siapapun;
·
Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;
·
Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.ASAS-ASAS HUKUM
PERIKATAN
Di samping ketiga asas utama tersebut, masih terdapat
beberapa asas hukum perikatan nasional, yaitu :
1. Asas
kepercayaan;
2. Asas
persamaan hukum;
3. Asas
keseimbangan;
4. Asas
kepastian hukum;
5. Asas moral;
6. Asas
kepatutan;
7. Asas
kebiasaan;
8. Asas
perlindungan;
4. Wanapretasi dan akibat-akibatnya
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan
apa yang diperjanjikan. Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat
kategori, yakni :
- Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
- Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
- Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
- Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi
debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori,
yakni :
- Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti rugi sering
diperinci meliputi tinga unsure, yakni:
- Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
- Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
- Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
- Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah
diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata. Pembatalan perjanjian atau
pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan
sebelum perjanjian diadakan.
5.
Hapusnya Perikatan
Dalam KUHpdt (BW) tidak diatur
secara khusus apa yang dimaksud berakhirnya perikatan, tetapi yang diatur dalam
Bab IV buku III BW hanya hapusnya perikatan. Pasal 1381 secara tegas
menyebutkan sepuluh cara hapusnya perikatan. Cara-cara tersebut adalah:
· Pembayaran.
· Penawaran pembayaran tunai diikuti
dengan penyimpanan atau penitipan (konsignasi).
· Pembaharuan utang (novasi).
· Perjumpaan utang atau kompensasi.
· Percampuran utang (konfusio).
· Pembebasan utang.
· Musnahnya barang terutang.
· Batal/ pembatalan.
· Berlakunya suatu syarat batal.
· Dan lewatnya waktu (daluarsa).
Terkait dengan Pasal 1231 perikatan
yang lahir karena undang-undang dan perikatan yang lahir karena perjanjian.
Maka berakhirnya perikatan juga demikian. Ada perikatan yang berakhir karena
perjanjian seperti pembayaran, novasi,
kompensasi, percampuran utang, pembebasan utang, pembatalan dan
berlakunya suatu syarat batal. Sedangkan
berakhirnya perikatan karena undang–undang diantaranya; konsignasi,
musnahnya barang terutang dan daluarsa.
Agar berakhirnya perikatan tersebut
dapat terurai jelas maka perlu dikemukakan beberapa item yang penting, perihal defenisi dan ketentuan-ketentuan yang
mengaturnya sehinga suatu perikatan/ kontrak dikatakan berakhir:
v
Pembayaran
Berakhirnya kontrak karena pembayaran dijabarkan lebih lanjut dalam
Pasal 1382 BW sampai dengan Pasal 1403
BW. Pengertian pembayaran dapat ditinjau secara sempit dan secara yuridis
tekhnis.
Pembayaran dalam arti sempit adalah pelunasan utang oleh debitur kepada
kreditur, pembayaran seperti ini dilakukan dalam bentuk uang atau barang.
Sedangkan pengertian pembayaran dalam arti yuridis tidak hanya dalam bentuk
uang, tetapi juga dalam bentuk jasa seperti jasa dokter, tukang bedah, jasa
tukang cukur atau guru privat.
Suatu maslah yang sering muncul dalam pembayaran adalah masalah
subrogasi. Subrogasi adalah penggantian hak-hak siberpiutang (kreditur) oleh
seorang ketiga yang membayar kepada siberpiutang itu. Setelah utang dibayar,
muncul seorang kreditur yang baru menggantikan kreditur yang lama. Jadi utang
tersebut hapus karena pembayaran tadi, tetapi pada detik itu juga hidup lagi
dengan orang ketiga tersebut sebagai pengganti dari kreditur yang lama.
v
Konsignasi
Konsignasi terjadi apabila seorang kreditur menolak pembayaran yang
dilakukan oleh debitur, debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai atas
utangnya, dan jika kreditur masih menolak, debitur dapat menitipkan uang atau
barangnya di pengadilan.
v
Novasi
Novasi diatur dalam Pasal 1413 Bw s/d 1424 BW. Novasi adalah sebuah
persetujuan, dimana suatu perikatan telah dibatalkan dan sekaligus suatu
perikatan lain harus dihidupkan, yang ditempatkan di tempat yang asli. Ada tiga
macam jalan untuk melaksanakan suatu novasi atau pembaharuan utang yakni:
Apabila seorang yang berutang
membuat suatu perikatan utang baru guna orang yang mengutangkannya, yang
menggantikan utang yang lama yang dihapuskan karenanya. Novasi ini disebut
novasi objektif.
Apabila seorang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berutang
lama, yang oleh siberpiutang dibebaskan dari perikatannya (ini dinamakan novasi
subjektif pasif).
Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang kreditur baru
ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama, terhadap siapa si berutang
dibebaskan dari perikatannya (novasi subjektif aktif)
v
Kompensasi
Kompensasi atau perjumpaan utang diatur dalam Pasal 1425 BW s/d Pasal
1435 BW. Yang dimaksud dengan kompensasi adalah penghapusan masing-masing utang
dengan jalan saling memperhitungkan utang yang sudah dapat ditagih antara
kreditur dan debitur (vide: Pasal 1425 BW). Contoh: A menyewakan rumah kepada
si B seharga RP 300.000 pertahun. B baru membayar setengah tahun terhadap rumah
5.
Hukum Perjanjian Baku atau Standar yang pasal-pasalnya ditentukan Perjanjian yang
diatur didalam dan diluar Burgerlijke Wetbook (BW)
Pertemuan 5
5.1 Standar Kontrak
Standar Kontrak
merupakan perjanjian yang isinya telah ditetapkan terlebih dahulu secara
tertulis berupa formulir-formulir yang digandakan dalam jumlah tidak terbatas,
untuk ditawarkan kepada para konsumen tanpa memperhatikan perbedaan kondisi
para konsumen. Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi dua yaitu :
a. Kontrak standar umum artinya kontrak
yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada
debitur.
b. Kontrak standar khusus, artinya kontrak
standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak
ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
5.2 Macam-macam
Perjanjian
A. Perjanjian Konsensuil Dan Perjanjian Formil
1. Perjanjian Konsensuil merupakan
perjanjian yang dianggap sah kalau sudah ada consensus diantara para pihak yang
membuat. Perjanjian semacam ini untuk sahnya tidak memerlukan bentuk tertentu.
2. Perjanjian Formil merupakan suatu
perjanjian yang harus diadakan dengan bentuk tertentu, seperti harus dibuat
dengan akta notariil. Jadi perjanjian semacam ini baru dianggap sah jika dibuat
dengan akta notaris dan tanpa itu maka perjanjian dianggap tidak pernah ada
B. Perjanjian Sepihak Dan Perjanjian Timbal
Balik
1. Perjanjian Sepihak merupakan suatu
perjanjian dengan mana hak dan kewajiban hanya ada pada salah satu pihak saja.
(contoh : perjanjian hibah/pemberian, maka dalam hal itu yang dibebani
kewajiban hanya salah satu pihak, yaitu pihak yang member, dan pihak yang
diberi tidak dibebani kewajiban untuk berprestasi kepada pihak yang memberi).
2. Perjanjian Timbal Balik merupakan suatu perjanjian yang membebankan
hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak (misal : perjanjian jual-beli,
perjanjian tukar-menukar, dll.).
C. Perjanjian
Obligatoir Dan Perjanjian Zakelijk
1. Perjanjian Obligatoir merupakan suatu perjanjian yang hanya
membebankan kewajiban bagi para pihak, sehingga dengan perjanjian di situ baru
menimbulkan perikatan (contoh: pada perjanjian jual-beli, maka dengan sahnya
perjanjian jual-beli itu belum akan menyebabkan beralihnya benda yang dijual.
Tetapi dari perjanjian itu menimbulkan perikatan, yaitu bahwa pihak penjual
diwajibkan menyerahkan barang dan pihak pembeli diwajibkan membayar sesuai
dengan harganya. Selanjutnya untuk beralihnya suatu benda secara nyata harus
ada levering/penyerahan, baik secara yuridis maupun empiris) .
2. Perjanjian Zakelijk merupakan perjanjian
penyerahan benda atau levering yang menyebabkan seorang yang memperoleh itu
menjadi mempunyai hak milik atas benda yang bersangkutan. Jadi perjanjian itu
tidak menimbulkan perikatan, dan justru perjanjian itu sendiri yang menyebabkan
beraluhnya hak milik atas benda.
D. Perjanjian Pokok
Dan Perjanjian Accessoir
1. Perjanjian Pokok merupakan suatu perjanjian
yang dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada perjanjian yang lainnya
(contoh : perjanjian jual-beli, perjanjian kredit, dll.).
2. Perjanjian Accessoir merupakan suatu perjanjian yang keberadaannya
tergantung pada perjanjian pokok. Dengan demikian perjanjian accessoir tidak
dapat berdiri sendiri tanpa adanay perjanjian pokok (contoh : perjanjian hak
tanggungan, perjanjian pand, perrjanjian penjaminan, dll.).
E. Perjanjian Bernama Dan Perjanjian Tidak
Bernama
1. Perjanjian Bernama merupakan
perjanjian-perjanjian yang disebut serta diatur dai dlam Buku III KUHPerdata
atau di dalam KUHD, seperti : perjanjian jual-beli, perjanjian pemberian kuasa,
perjanjian kredit, perjanjian asuransi, dll.
2. Perjanjian tidak Bernama merupakan
perjanjian yang tidak diatur dalam KUH Perdata dan KUHD, antara lain : perjanjian
penyerahan hak milik sebagai jaminan, perjanjian jual-beli dengan
angsuran/cicilan.
5.3 Syarat Sahnya
Perjanjian
Untuk sahnya suatu
perjanjian diperlukan 4 syarat. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPer,
sebagai berikut :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Suatu hal tertentu.
4. Suatu sebab yang halal.
Syarat pertama dan kedua dinamakan
syarat subjektif, karena berkenaan dengan para subjek yang membuat perjanjian
itu. Sedangkan syarat ketiga dan keempat dinamakan syarat objektif karena
berkenaan dengan objek dalam perjanjian tersebut.
1. Syarat Pertama “Sepakat mereka yang
mengikat kandiri” berarti, para pihak yang membuat perjanjian harus sepakat
atau setuju mengenai hal-hal pokok atau materi yang diperjanjikan, dimana
kesepakatan itu harus dicapai dengan tanpa ada paksaan, penipuan atau
kekhilafan (Pasal 1321 KUH Perdata). Misalnya, sepakat untuk melakukan
jual-beli tanah, harganya, cara pembayarannya, penyelesaian sengketanya, dsb.
2. Syarat Kedua, “kecakapan untuk membuat
suatu perikatan” Pasal 1330 KUHper sudah mengatur pihak-pihak mana saja yang
boleh atau dianggap cakap untuk membuat perjanjian, yakni sebagai berikut:
Tak cakap untuk
membuat suatu perjanjian adalah:
o Orang yang belum dewasa.
o Orang yang ditaruh dibawah pengampuan
(seperti cacat, gila, boros, telah dinyatakan pailit oleh pengadilan, dsb)
o Seorang istri. (Namun, berdasarkan Surat
Edaran Mahkamah Agung No. 3 tahun 1963, seorang isteri sekarang sudah dianggap
cakap untuk melakukan perbuatan hukum)
Dengan kata lain,
yang cakap atau yang dibolehkan oleh hukum untuk membuat perjanjian adalah orang
yang sudah dewasa, yaitu sudah berumur genap 21 tahun (Pasal 330 KUHPerdata),
dan orang yang tidak sedang di bawah pengampuan.
3. Syarat Ketiga “suatu hal tertentu”
maksudnya adalah dalam membuat perjanjian, apa yang diperjanjikan (objek
perikatannnya) harus jelas. Setidaknya jenis barangnya itu harus ada (lihat
Pasal 1333 ayat 1). Misalnya, jual beli tanah dengan luas 500 m2, terletak di
Jl. Merpati No 15 Jakarta Pusat yang berbatasan dengan sebelah utara sungai
ciliwung, sebelah selatan Jalan Raya Bungur , sebelah timur sekolah dasar
inpres, dan sebelah barat tempat pemakaman umum.
4. Syarat Keempat “suatu sebab yang halal”
berarti tidak boleh memperjanjikan sesuatu yang dilarang undang-undang atau
yang bertentangan dengan hukum, nilai-nilai kesopanan ataupun ketertiban umum
(Pasal 1337 KUH Perdata). Misalnya melakukan perjanjian jual beli Narkoba, atau
perjanjian jual beli orang/manusia, dsb. Perjanjian semacam ini adalah dilarang
dan tidak sah.
5.4 Saat Lahirnya
Perjanjian
Menetapkan kapan
saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
a. kesempatan penarikan kembali penawaran;
b. penentuan resiko;
c. saat mulai dihitungnya jangka waktu
kadaluwarsa;
d. menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320
jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud
adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat
dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan. Pada umumnya
perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud
konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara
para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan
persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa
yang disepakati.
Ada beberapa teori
yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini,
kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulissuratjawaban
penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan
penerimaan/akseptasinya.
b. Teori Pengiriman (Verzending Theori)
Menurut teori ini
saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos
dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini
saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh
pihak yang menawarkan.
d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini
saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli
apakahsurattersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah
saatsurattersebut sampai pada alamat si penerimasuratitulah yang dipakai
sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
5.5 Pembatalan dan
Pelaksanaan Perjanjian
Pembatalan
Perjanjian Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat
perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu
pihak biasanya terjadi karena;
a. Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran
tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat
diperbaiki.
b. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan
pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi
kewajibannya.
c. Terkait resolusi atau perintah
pengadilan
d. Terlibat hokum
e. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan,
atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian
6. Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum
Dagang, Berlakunya Hukum Dagang, Hubungan Pengusaha dan Pembantunya, Pengusaha
dan Kewajibannya
Pertemuan 6
6.1 Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum
Dagang
Hukum Dagang merupakan hukum yang mengatur
tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh
keuntungan atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan
badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan. Hukum Perdata
merupakan rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum
antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan pada
kepentingan perseorangan.
Hubungan antara KUHD dengan KUH perdata
adalah sangat erat, hal ini dapat dimengerti karena memang semula kedua hukum
tersebut terdapat dalam satu kodefikasi. Pemisahan keduanya hanyalah karena
perkembangan hukum dagang itu sendiri dalam mengatur pergaulan internasional
dalam hal perniagaan. Hukum Dagang merupakan bagian dari Hukum Perdata, atau
dengan kata lain Hukum Dagang meruapkan perluasan dari Hukum Perdata. Untuk itu
berlangsung asas Lex Specialis dan Lex Generalis, yang artinya ketentuan atau
hukum khusus dapat mengesampingkan ketentuan atau hukum umum. KUHPerdata (KUHS)
dapat juga dipergunakan dalam hal yang daitur dalam KUHDagang sepanjang KUHD
tidak mengaturnya secara khusus.
6.2 Berlakunya hukum dagang di Indonesia
Sejak tahun 1938 pengertian dagang dirubah
menjadi perbuatan perusaan yang artinya
lebih luas sehingga berlaku bagi setiap pengusaha (perusahaan). Hukum
dagang di Indonesia bersumber pada :
o
Hukum tertulis dikodifikasi
o
KUHD
o
KUHP
Perkembangan hukum dagang sebenernya telah
dimulai sejak abad eropa (1000/1500) yang terjadi di Negara dan kota-kota di
eropa, dan pada zaman itu di Italia dan Prancis Selatan telah lahir kota-kota
sebagai pusat perdagangan, tetapi hukum romawi tidak dapat menyelesaikan
masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan perdagangan maka dibuatlah hukum
baru yang berdiri sendiri pada abad 16 & 17, yang disebut dengan hukum
pedagang khususnya mengatur dalam dunia perdagangan dan hukum ini bersifat
Unifikasi. KUHD Indonesia diumumkan dengan publikasi tanggal 30 April 1847,
yang mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848 KUHD Indonesia itu hanya turunan
belaka dari “Wetboek Koophandel” dari Belanda yang dibuat atas dasar asas
korkondansi ( pasal 131. I.S ).
Pada tahun 1906 kitab III KUHD Indonesia
diganti dengan peraturan kepailitan yang berdiri sendiri di luar KUHD. Sehingga
sejak tahun 1906 Indonesia hanya memiliki 2 kitab KUHD, yaitu kitab I &
kitab I ( C.S.T. Kansil, 1985 : 14 ). Karena asas konkordansi juga, maka 1 Mei
1948 di Indonesia berasal dari KUHS. Adapun KUHS Indonesia berasal dari KUHS
Netherland pada 31 Desember 1830.
6.3 Hubungan pengusaha dan pembantu pengusaha
Pengusaha (pemilik perusahaan) yang mengajak
pihak lain untuk menjalankan usahanya secara bersama-sama,atau perusahaan yang
dijalankan dan dimiliki lebih dari satu orang, dalam istilah bisnis disebut
sebagai bentuk kerjasama. Bagi perusahaan yang sudah besar, Memasarkan
produknya biasanya dibantu oleh pihak lain, yang disebut sebagai pembantu
pengusaha.
Secara umum pembantu pengusaha dapat
digolongkan menjadi 2 (dua), yaitu:
a.
Pembantu-pembantu pengusaha di dalam perusahaan, misalnya pelayan toko,
pekerja keliling, pengurus fillial, pemegang prokurasi dan pimpinan perusahaan.
b.
Pembantu pengusaha diluar perusahaan, misalnya agen perusahaan,
pengacara, noratis, makelar, komisioner.
6.4 Kewajiban-kewajiban sebagai pengusaha
Sebagai berikut :
a.
Dilarang memperkerjakan buruh lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam
seminggu, kecuali ada ijin penyimpangan
b.
Tidak boleh mengadakan diskriminasi upah laki/laki dan perempuan
c.
Bagi perusahaan yang memperkerjakan 25 orang buruh atau lebih wajib
membuat peraturan perusahaan
d.
Wajib membayar upah pekerja pada saat istirahat / libur pada hari libur
resmi
e.
Wajib memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerja yang telah
mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih
f.
Wajib mengikut sertakan dalam program Jamsostek
SLEMAN– Selasa, 17 November 2011 Pengadilan
Negeri (PN) Sleman akhirnya mengeksekusi tanah milik Juminten di Dusun
Pesanggrahan, Desa Pakembinangun,Kecamatan Pakem, Sleman.
Sempat terjadi ketegangan saat proses
eksekusi yang melibatkan puluhan aparat kepolisian ini, tapi tidak terjadi
tindakan anarkistis. Saat proses eksekusi tanah tersebut,PN Sleman membawa
sebuah truk untuk mengangkut barang-barang pemilik rumah serta backhoeuntuk
menghancurkan rumah yang tampak baru berdiri di atas tanah seluas 647 meter
persegi. ”Kami hanya melaksanakan perintah atasan,” kata Juru Sita PN Sleman
Sumartoyo kemarin.
Lokasi tanah yang berada di pinggir Jalan
Kaliurang Km 17 ini merupakan tanah sengketa antara Juminten dengan Susilowati
Rudi Sukarno sebagai pemohon eksekusi. Kasus hukum yang telah
berjalanselamatujuh tahun ini berawal dari masalah utang piutang yang dilakukan
oleh kedua belah pihak, utang yang dimaksud disini adalah juminten berhutang
tentang pembuatan sertifikat tanah serta tidak mau mengganti rugi uang yang
sudah diberi oleh susilowati .
Klien kami telah membeli tanah ini dan juga
sebidang tanah milik Ibu Juminten lainnya di daerah Jalan Kaliurang Km 15
seharga Rp335 juta.Total tanah ada 997 meter persegi.Masalahnya berawal saat
termohon tidak mau diajak ke notaris untuk menandatangani akta jual beli,
padahal klien kami sudah membayar lunas,” papar Titiek Danumiharjo, kuasa hukum
Susilowati Rudi Sukarno. Kasus ini sebenarnya telah sampai tingkat kasasi,
bahkan peninjauan ulang. Dari semua tahap,Susilowati Rudi Sukarno selalu
memenangkan perkara.
Pihak Juminten yang tidak terima karena
merasa tidak pernah menjual tanah milik mereka, berencana menuntut balik dengan
tuduhan penipuan dan pemalsuan dokumen. ”Kami merasa tertipu, surat bukti jual
beli palsu,”tandas L Suparyono, anak kelima Juminten.
Analisa
Hukum perdata adalah ketentuan hukum materil
yang mengatur hubungan antara orang/individu yang satu dengan yang lain. Hukum
perdata berisi tentang hukum orang, hukum keluarga, hukum waris dan hukum harta
kekayaan yang meliputi hukum benda dan hukum perikatan.
Kasus diatas termasuk kasus perdata khususnya
perikatan karena telah terjadi persetujuan antara Juminten dengan Susilowati
dalam hal jual-beli tanah. Dalam hukum perdata peristiwa yang dapat
dikategorikan sebagai hukum perikatan adalah jka terjadi suatu ikatan
persetujuan antara 2 pihak yang melahirkan hak dan kewajiban diantara keduanya
dalam lingkup hukum kekayaan.
Tetapi dalam kasus diatas telah terjadi suatu
sengketa tanah antara Juminten dan Susilowati. Sengketa ini berawal dari utang
piutang yang mana Juminten berhutang tentang pembuatan sertifikat tanah serta
tidak mau mengganti rugi uang yang sudah diberi oleh Susilowati. Dalam kasus
ini, Juminten dianggap merugikan Susilowati, karena sudah dianggap menipu
berupa tidak maunya Juminten membuat akta sertifikat tanah dan dari itu pula
Juminten tidak mau mengganti dengan uang, karena Juminten beranggapan tidak
pernah menjual tanah miliknya kepada Susilowati, padahal penyimpanan atau
pendaftaran tanah itu wajib demi terlaksanakannya kepastian hukum. Sehingga
Juminten dianggap ingkar janji (wanprestasi) atau tidaak memenuhi perikatan
tersebut.
Dalam KUH Perdata pasal 1366 berbunyi “Setiap
orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena
perbuatanya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau
kurang hati-hatinya”. Disini jelaslah bahwa Juminten melanggar UU tersebut.
Penyelesaian :
Menurut saya, solusi dari permasalahan ini
agar pihak Juminten segera membayar tentang hutangnya dalam pembuatan
sertifikat tanah terhadap Susilowati dan membayar ganti rugi uang yang sudah
diberi oleh Susilowati agar permasalahn ini cepat terselesaikan. Karena dalam
permasalahan ini pihak juminten lah yang bersalah yang tercantum jelas dalam
KUH perdata 1366, dan disini pihak Juminten sudah ingkar janji dan tidak
memenuhi perjanjian bersama. Saran untuk Juminten agar segera mengembalikan
yang sudah disetujui bersama Susilowati jika ingin permasalahan ini cepet
terselesaikan.
Daftar Pustaka
- http://hukum-on.blogspot.com/2012/06/pengertian-ekonomi-dan-hukum-ekonomi.html?m=1
- http://dwiaryoagungs.blogspot.com/2016/04/bab-2-subjek-hukum-objek-hukum-dan-hak.html?m=1
- http://bowolampard8.blogspot.com/2011/12/sejarah-hukum-perdata-di-indonesia.html?m=1
- http://budipratiko9.blogspot.com/2015/04/hukum-perikatan-hukum-perjanjian-dan.html?m=1
- https://patriciasimatupang.wordpress.com/2012/06/05/syarat-sahnya-perjanjian-saat-lahirnya-perjanjian-dan-pembatalan-pelaksanaan-suatu-perjanjian/
- http://muzaniug.blogspot.com/2015/05/hubungan-hukum-dagang-dan-hukum-perdata.html
- http://ameliaarahayu.blogspot.com/2014/03/contoh-kasus-perdata-dan-penyelesaiannya.html